INFORMASI DETAIL PERKARA
Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
1/Pid.Pra/2024/PN Kba | Muhammad Izam Bin Kasirudin | Kepolisian Resor Bangka Tengah | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Kamis, 03 Okt. 2024 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 1/Pid.Pra/2024/PN Kba | ||||
Tanggal Surat | Kamis, 03 Okt. 2024 | ||||
Nomor Surat | xxxx | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | PERMOHONAN PRAPERADILAN
Oleh : Muhammad Izam Bin Kasirudin
Terhadap
A. Penetapan sebagai tersangka sebagaimana teregister dalam laporan polisi No : LP/ B- 60/IX/2024/BABEL/RES BATENG/SPKT/ tertanggal 13 September 2024 dugaan tindak pidana pencabulan anak dibawah umur sebagaimana diatur didalam dalam pasal 82 ayat 1 UU RI No. 17 tahun 2016 tentang penetapan perpu nomor 01 Tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang telah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014
B. Tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka terlebih dahulu baru setelahnya termohon setelah 7(Tujuh) hari kemudian baru memberikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan nomor : SPDP /62/IX/2020/Reskrim pada tanggal 17 September 2024, telah bertentangan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015)
Yang di lakukan oleh
Kepolisian Daerah Bangka Belitung Cq. Kepala Kepolisian Resort Bangka Tengah Cq. Kasatreskrim Cq. Penyidik perkara No : LP/ B- 60/IX/2024/BABEL/RES BATENG/SPKT/ tertanggal 13 September 2024 Sebagai TERMOHON
Koba; 3 Oktober 2024
Hal : Permohonan Praperadilan
Lampiran : 1 (satu) berkas
Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Koba Kelas II A
Di
Jl. Gelora No. 1, Komplek Perkantoran Pemkab Bangka Tengah ; Kelurahan Padang Mulya, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah ; Prov. Kepulauan Bangka Belitung
Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami :
Yang bertanda tangan di bawah ini Aris Sucahyo, SH., Nurhidayah, SH Dumasari Harahap, SH, & Nurbiantoro, SH., Masing-masing adalah para Advokat dan/atau Konsultan Hukum di Kantor Hukum Aris Sucahyo SH & PARTNERS yang beralamat di Jalan Sumedang Perumahan Kacang Pedang Town House No. 10-11 B Kelurahan Kacangpedang Kecamatan Gerunggang, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung, Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus ( Terlampir) secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk An. Muhammad Izam Bin Kasirudin selanjutnya disebut sebagai PEMOHON
M E L A W A N
Kepolisian Daerah Bangka Belitung Cq. Kepala Kepolisian Resort Bangka Tengah Cq. Kasatreskrim Cq. Penyidik perkara No : LP/ B- 60/IX/2024/BABEL/RES BATENG/SPKT/ tertanggal 13 September 2024 yang beralamat di Jalan Titian Puspa No. 01 Koba selanjutnya disebut sebagai TERMOHON
Untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai Tersangka sebagai tersangka dalam dugaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat 1 UU RI No. 17 tahun 2016 tentang penetapan perpu nomor 01 Tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang.
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :
A. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
I. SAH TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA OLEH TERMOHON
Bahwa berdasarkan putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 ketentuan Pasal 77 huruf a. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diperluas sehingga kewenangan praperadilan bukan hanya untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, tetapi meliputi pula sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan,pemeriksaan surat;
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurangkurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangka, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia)
Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan, Setelah lahirnya Putusan MK ini, maka permohonan praperadilan atas penetapan tersangka memiliki landasan hukum untuk diajukan ke pengadilan namun terdapat karakteristik khusus pengajuan praperadilan terkait penetapan tersangka yakni 1).penetapan tersangka tidak sah karena pemeriksan saksi-saksi, ahli, tersangka, penggeledahan, serta penyitaan dilakukan setelah penetapan tersangka sehingga tidak terpenuhinya 2 (dua) alat bukti,
II. Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka tanpa diberikan SPDP sebelumnya sesuai dengan ketentuan pasal 109 ayat 1 KUHAP sehingga proses penetapan Tersangka atas diri Pemohon adalah cacat hukum dan haruslah dibatalkan.
Bahwa Dengan keputusan Mahkamah Konstitusi terbaru tgl 11 Januari 2017 melalui Putusan No 130/PUU-XIII/2015 menyatakan Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dipandang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015) menyatakan penyampaian Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak hanya diwajibkan terhadap jaksa penuntut umum akan tetapi juga terhadap terlapor dan korban/pelapor dengan waktu paling lambat 7 (tujuh) hari dipandang cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan/menyelesaikan hal tersebut, artinya putusan MK menyatakan penyampaian Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak hanya diwajibkan terhadap jaksa penuntut umum akan tetapi juga terhadap terlapor dan korban/pelapor dengan waktu paling lambat 7 (tujuh) hari dipandang cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan/menyelesaikan hal tersebut.
B. URAIAN FAKTA- FAKTA
I. SAH TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA OLEH TERMOHON
1. Bahwa pada hari senin tanggal 13 September 2024 Pemohon langsung di tangkap oleh Termohon terkait adanya dugaan tindak pidana yang tertuang dalam Laporan Polisi : LP/ B- 60/IX/2024/SPKT/Polres Bangka Tengah/Polda Kep. Bangka Belitung tertanggal 13 September 2024 tanpa satu kali pun di panggil oleh Termohon secara patut sesuai ketentuan pasal 112 ayat 1 KUHAP;
2. Bahwa pemohon di duga telah melakukan tindak pidana pencabulan anak dibawah umur terjadi 7 ( tujuh ) Tahun yang lalu sekira-kira bulan maret dan bulan April tahun 2016 dan sekira bulan maret dan bulan April tahun 2017 di kediaman Sdr. Muhammad Izam als Izam bin Kasirudin yang beralamat di Dusun Air Itam RT. 015/RW. 000, Desa Keretak Kec. Sungaiselan Kab, Bangka Tengah.
3. Bahwa bermula ketika orang tua korban anak An. Budi mencari-cari keberadaan anakanya An. Dana ( 13 Tahun ) yang tidak pulang kerumah 2 (dua) hari oleh pacarnya, ketika berhasil ditemukan orang tua korban An. Budi pun mengintrogasi Anak Korban Dana, selanjutnya Anak Korban mengungkapkan bahwa ia tidak melakukan apa-apa dengan pacarnya namun Anak korban mengaku telah diperkosa pemohon ketika anak korban masih duduk di bangku sekolah SD kelas 1(satu) sekira pada tahun yang terjadi 7 ( tujuh ) Tahun yang lalu sekira-kira bulan maret dan bulan April tahun 2016 dan sekira bulan maret dan bulan April tahun 2017 di kediaman Sdr. Muhammad Izam als Izam bin Kasirudin yang beralamat di Dusun Air Itam RT. 015/RW. 000, Desa Keretak Kec. Sungaiselan Kab, Bangka Tengah;
4. Bahwa atas pengakuan anak korban selanjutnya orang tua anak Korban melaporkan ke pihak kepolisian sebagaimana yang tertuang di dalam laporan kepolisian : LP/ B- 60/IX/2024/BABEL/RES BATENG/SPKT/ tertanggal 13 September 2024;
5. Bahwa pemohon sama sekali tidak tahu menahu dan keberatan atas pengakuan anak korban karena pengakuannya anak korban telah diperkosa tidak sinkron dengan hasil visum yang telah di lakukan petugas kepolisian, yang informasi pemohon terima bahwa hasil informasi visum yang diterima tidak ada robekan di selaput dara anak korban;.
6. Bahwa jelaslah yang disini Pemohon bukan tertangkap tangan pada saat melakukan tindak pidana tersebut namun oleh Termohon berdasarkan nomor Sprinkap/57/IX/Res.1.6./2024/Reskrim tanggal 13 September 2024 selanjutnya Pemohon langsung melakukan penangkapan kepada Pemohon tanpa pernah diperiksa sama sekali baik sebagai saksi ataupun calon tersangka;
7. Bahwa terhadap laporan Laporan Polisi : LP/ B- 60/IX/2024/SPKT/Polres Bangka Tengah/Polda Kep. Bangka Belitung tertanggal 13 September 2024, pemohon tidak pernah menerima surat panggilan resmi dari Termohon sesuai ketentuan Pasal 112 Ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa surat panggilan yang sah adalah surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang;
8. Bahwa setelah di tangkap oleh Termohon pada tanggal yang sama yaitu tanggal 13 September 2024, Pemohon langsung di lakukan penyidikan tanpa di damping oleh Penasihat hukum yang jelas Tindakan Termohon bertentangan dengan pasal 56 KUHP yang sifatnya impertaip,;
9. Bahwa setelah dilakukan penyidikan tersebut selanjutnya Termohon langsung menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, serta Pemohon tidak pernah di Panggil oleh Termohon sebagai saksi ataupun sebagai calon tersangka;
10. Bahwa Tindakan Termohon yang melakukan penyidikan dengan surat penyidikan tidak jelas karena adanya perbedaan nomor surat perintah penyidikan (sprindik) nomor : SP.Sidik/61/VI/RES.1.24/2024 Reskrim tanggal 13 September 2024 yang tertulis didalam surat perintah penahanan yang di keluarkan oleh Termohon tanggal 14 September 2024 , dengan Nomor Sprindik yang tertulis didalam SPDP yaitu surat perintah penyidikan nomor : SP Sidik/61/IX/2024/Rekrim tanggal 13 september 2024, akibat hukumnya adanya perbedaan nomor sprindik menimbulkan menimbulkan ketidakabsahan termohon dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum guna memeriksa hukum bagi Pemohon, mana kah surat sprindik sebenarnya
11. Bahwa merujuk dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Putusan Nomor 21/ PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015 terkait norma Pasal 1 angka 14 KUHAP, maka terhadap penetapan PEMOHON sebagai Tersangka ini muncul pertanyaan: Kapan TERMOHON memperoleh minimal dua alat bukti yang sah yang termuat dalam Pasal 183, Pasal 184 KUHAP yang dijadikan dasar oleh TERMOHON untuk menetapkan PEMOHON sebagai tersangka itu ?;
12. Bahwa untuk menjawab pertanyaan di atas, maka terhadap tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka harus diuji dengan norma Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 5, Pasal 1 angka 14 KUHAP dihubungkan dengan norma Pasal 183, Pasal 184 KUHAP untuk menilai apakah tindakan TERMOHON dalam perkara a quo ini sah atau tidak sah
13. Bahwa norma Pasal 1 angka 14 KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah diputus dalam Putusan Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015 dengan amar yang berbunyi:
Frasa“bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”,dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Frasa“bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”,dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
14. Bahwa berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka norma Pasal 1 angka 14 KUHAP harus dimaknai :
“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan “minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184”patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”
15. Bahwa merujuk norma Pasal 1 angka 14 KUHAP, selanjutnya muncul pertanyaan: kapan minimal dua alat bukti itu didapat oleh TERMOHON , apakah minimal dua alat bukti itu didapat pada tahap Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, ataukah pada tahap Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP
16. Bahwa menjawab pertanyaan diatas, jelas dan terang bahwa norma Pasal 1 angka 5 KUHAP menyebutkan penyelidikan diartikan sebagai “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukannya penyidikan”. Sedangkan penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, yaitu “serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”;
17. Bahwa merujuk pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP sebagaimana termuat dalam norma Pasal 1 angka 5, Pasal 1 angka 2 KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan Tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan), untuk itu, diperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana. Setelah proses penyelidikan tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi (penyidikan). Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah menjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkaian prosedur tersebut merupakan cara atau prosedur hukum yang wajib ditempuh oleh TERMOHON untuk mencapai proses penentuan PEMOHON sebagai Tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik (in casu TERMOHON) tidak sewenang-wenang mengingat PEMOHON mempunyai hak asasi yang harus dilindungi;
18. Bahwa dasar hukum bagi TERMOHON dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan atas diri PEMOHON dalam perkara aquo adalah KUHAP, yang mana ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP mengatur bahwa penyelidikan bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan pengumpulan bukti-bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidananya dan menemukan tersangkanya dilakukan pada saat penyidikan sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP. Oleh karenanya cukup alasan hukumnya dan sangat berdasar ketika sampai dalam tahap akhir penyelidikan, yang didapat TERMOHON sebagai simpulan adalah berupa “menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana”, dan bukan serta merta TERMOHON sudah dapat menentukan calon Tersangka–nya (ic. PEMOHON)
19. Bahwa tindakan penyidik (ic. TERMOHON) untuk menentukan PEMOHON sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh oleh TERMOHON haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi PEMOHON yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti oleh TERMOHON untuk mencapai proses penetapan PEMOHON sebagai Tersangka tersebut tidak dipenuhi, maka sudah pasti proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan; 36.Bahwa sejalan dengan norma Pasal 1 angka 14 KUHAP, dalam pasal lainnya yaitu Pasal 1 angka 2 KUHAP mengatur pengertian penyidikan yang mestinya tidak ada keraguan lagi untuk menyatakan bahwa tindakan utama penyidikan adalah untuk mencari dan menemukan tiga hal, yaitu:
1) Bukti;
2) Tindak Pidana;
dan 3) Pelakunya (Tersangkanya).
20. Bahwa penentuan ada tidaknya tindak pidana dan juga pelaku tindak pidananya ditentukan oleh bukti yang berhasil ditemukan penyidik (ic. TERMOHON), dengan kata lain tidak akan ada tindak pidana yang ditemukan dan juga tidak akan ada pelaku (tersangka) yang dapat ditemukan apabila penyidik (ic. TERMOHON) gagal menemukan bukti yang dimaksud. Dengan demikian, tindakan penyidikan tidak mengharuskan penyidik (ic. TERMOHON) untuk menetapkan adanya tersangka (dan juga tindak pidananya) kecuali hal itu didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah yang berhasil ditemukan penyidik (ic. TERMOHON) yang menunjukkan bahwa seseorang (ic. PEMOHON) patut diduga sebagai pelaku tindak pidana tersebut;
21. Bahwa pasca Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014, “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP harus dimaknai “minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184” yang tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence yang tentunya tidaklah dapat terlepas dari pasal yang disangkakan kepada PEMOHON sebagai tersangka, yang pada hakekatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen elemen yang ada dalam suatu pasal yang disangkakan dan dihubungkan dengan minimal dua alat bukti yang sah yang ditemukan oleh TERMOHON; 38.Bahwa frasa "guna menemukan tersangkanya” dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP harus dipahami “guna menemukan tersangkanya yang memenuhi unsur kesalahan bagi dirinya”. Unsur kesalahan (schuld) harus dibuktikan karena sesorang tidak dapat dipidana (dihukum) tanpa kesalahan. Karena itu menjadikan PEMOHON selaku Tersangka tanpa dibuktikan unsur kesalahan bagi dirinya, merupakan kesewenang wenangan TERMOHON;
22. Bahwa dalam perkara In casu penetapan sebagai tersangka yang dilakukan Termohon berdasarkan surat perintah penyidikan dengan nomor SP. Sidik/61/VI/RES.1.24/2024/Reskrim di tanggal yang sama yaitu tanggal 13 September 2024 pada hari dan tanggal yang sama hanya didasarkan kepada keterangan Saksi pelapor/korban dan saksi-Saksi ( De Auditu)dan hasil Visum Et Repertum, namun tidak disertai pemeriksaan terhadap Para Pemohon sebelum ditetapkannya Para Pemohon sebagai tersangka;
23. Bahwa merujuk norma Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14 KUHAP, maka sangat jelas dan terang bahwa minimal dua alat bukti yang sah belum dikumpulkan oleh TERMOHON, dan belum terang tindak pidananya, namun pada tanggal 5 Juni 2015 dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Sidik/61/VI/RES.1.24/2024/Reskrim di tanggal yang sama yaitu tanggal 13 September 2024 ternyata TERMOHON tanpa ada minimal dua alat bukti yang sah serta merta menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka;
24. Bahwa penentuan status PEMOHON menjadi Tersangka oleh TERMOHON yang tidak didasarkan minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sesuai Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015 merupakan tindakan sewenang–wenang, merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional PEMOHON selaku warga Negara Indonesia di dalam negara berdasar hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, selain itu juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
25. Bahwa penentuan status PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON tidak didasarkan minimal dua alat bukti yang sah, baik secara kuantitas maupun kualitas. Artinya, penentuan PEMOHON sebagai Tersangka ini bertentangan dengan Pasal 183 KUHAP maupun bertentangan dengan rumusan delik yang disangkakan.
26. Bahwa merujuk ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, sangat jelas dan terang TERMOHON dalam tahap Penyidikan untuk pengumpulan bukti-bukti tidak menganalisis “TEMPUS DELICTI” secara benar baik dari segi kuantitas maupun kualitas atas dokumen-atau bukti surat-surat yang dapat dikualifikasi sebagai alat bukti yang sah, yang apabila TERMOHON melakukan analisis “TEMPUS DELICTI” dimaksud atas bukti surat-surat yang dikumpulkannya secara benar, tentunya saat ekspose yang didapat TERMOHON sebagai simpulan dari penyidikan adalah “tidak ditemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh PEMOHON, karenanya tidak cukup alasan hukumnya menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka yang diduga melakukan tindak pidana”.
27. Bahwa jelas dan terang, tindakan TERMOHON yang serta merta menyatakan PEMOHON sebagai Tersangka dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Sidik/61/VI/RES.1.24/2024/Reskrim tanggal 13 September 2024 ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yakni pada Pasal 1 angka 2 KUHAP, selanjutnya pemohon diminta untuk menandatangani surat penahanan nomor : SP.Han/66/IX/RES.1.24/2024 /Reskrim Tanggal 14 September 2024 yang dikeluarkan oleh Termohon;dan merupakan bentuk kesewenang–wenangan TERMOHON yang nyata–nyata melanggar hak asasi PEMOHON,
28. Bahwa Termohon didalam surat perintah penahanan register nomor : Sp. han/138/IX/RES//2024/Reskrim yaitu pada tanggal 14 September 2024, Termohon tidak menerbitkan Surat Ketetapan Tersangka An. Muhammad Izam als Izam bin Kasirudin Cq. Pemohon artinya Tindakan-tindakan oleh Termohon jelas dilakukan tidak sesuai dengan prosedur hukum acara yang berlaku sebagaimana telah ditentukan dan digariskan oleh Mahkamah· Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUUXII/2014,tanggal 28 April 2015;
29. Bahwa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, penyidik diwajibkan secara hukum untuk terlebih dahulu memeriksa seseorang sebagai calon tersangka, sebelum seseorang tersebut ditetapkan sebagai tersangka, sebagaimana pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: " dan disertai dengan pemeriksan calon tersangkanya (vide Putusan MK.Nomor 21/PUU-XII/2014 hal. 98)
30. Bahwa dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tersebut ditentukan dalam hal seorang dijadikan tersangka maka harus didasarkan bukti permulaan yaitu sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang cukup dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya artinya pemeriksaan baik sebagai saksi atau calon tersangka oleh Penyidik merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kemudian ditetapkan tersangka nya;
31. Bahwa jelas dan terang tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka pada 13 September 2024 pada hari dan tanggal yang sama keluar sprindik oleh Termohon hanya didasarkan kepada keterangan saksi pelapor/korban dan saksi-Saksi lainnya (saksi De Auditu)dan hasil Visum Et Repertum, namun tidak disertai pemeriksaan terhadap Para Pemohon sebelum ditetapkannya Para Pemohon sebagai tersangka, tanpa pernah memeriksa Pemohon Tersangka An. Muhammad Izam als Izam bin Kasirudin Cq. Pemohon dimintai keterangan sebelumnya, baik dalam kapasitasnya sebagai saksi maupun sebagai calon tersangka, namun dengan begitu saja Termohon langsung menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah menjadi tidak sah ;
32. Bahwa karena pemohon telah ditahan dan termohon tidak menerbitkan surat penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon sebagai Tersangka sehingga penahanan tersebut dapat dianggap tidak sah secara hukum. Sebagaimana penahanan yang dianggap sah harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 21 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
33. Bahwa jelas dan nyata Termohon yang melakukan dengan surat penyidikan kepada Pemohon tidak jelas karena adanya perbedaan nomor surat perintah penyidikan (sprindik) nomor : SP.Sidik/61/VI/RES.1.24/2024 Reskrim tanggal 13 September 2024 yang tertulis didalam surat perintah penahanan yang di keluarkan oleh Termohon tanggal 14 September 2024 , dengan Nomor Sprindik yang tertulis didalam SPDP yaitu surat perintah penyidikan nomor : SP Sidik/61/IX/2024/Rekrim tanggal 13 september 2024, akibat hukumnya adanya perbedaan nomor sprindik menimbulkan menimbulkan ketidakabsahan termohon dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum guna memeriksa hukum bagi Pemohon, mana kah surat sprindik sebenarnya, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum kepada pemohon sehingga proses penyidikan menjadi tidak sah;
34. Bahwa jelas dan terang Tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka karena proses penyidikan adalah tidak sah maka tindakan-tindakan lain yang timbul atau terkait dalam penyidikan tersebut, haruslah dinyatakan tidak sah dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga termohon haruslah dihukum untuk menghentikan penyidikan yang tidak sah tersebut.
II. PEMOHON DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA TERLEBIH DAHULU OLEH TERMOHON DAN BARU SETELAHNYA TERMOHON SETELAH 7 (TUJUH) HARI KEMUDIAN BARU MEMBERIKAN SURAT SPDP KEPADA KELUARGA PEMOHON
35. Bahwa didalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa sebelum dilakukan pemanggilan, maka urutannya haruslah diterbitkan/diberitahukannya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), kemudian menerbitkan Surat Penetapan Tersangka;
36. Bahwa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi terbaru tgl 11 Januari 2017 melalui Putusan No 130/PUU-XIII/2015 menyatakan Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dipandang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945; Bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan Pasal 109 ayat (1) KUHAP yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) wajib diserahkan penyidik kepada para pihak paling lambat 7 hari setelah terbitnya surat perintah penyidikan;
37. Bahwa dalam amarnya Mahkamah Konstitusi menyatakan: “Menyatakan Pasal 109 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa ‘penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum’ tidak dimaknai penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan;
38. Bahwa dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi menyatakan penyampaian Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak hanya diwajibkan terhadap jaksa penuntut umum akan tetapi juga terhadap terlapor dan korban/pelapor dengan waktu paling lambat 7 (tujuh) hari dipandang cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan/menyelesaikan hal tersebut;
39. Bahwa dengan demikian implikasinya bagi Termohon sebagai "penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum, terlapor (dalam hal ini Pemohon) dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan;
40. Bahwa alasan MK didasarkan pada pertimbangan bahwa terhadap terlapor/Pemohon yang telah mendapatkan SPDP, maka yang bersangkutan dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk penasihat hukum yang akan mendampinginya, sedangkan bagi korban/pelapor dapat dijadikan momentum untuk mempersiapkan keterangan atau bukti yang diperlukan dalam pengembangan penyidikan atas laporannya;
41. Bahwa jelas tindakan termohon berdasarkan surat Sprinkap/57/IX/res.1.6/2024/Reskrim yang langsung melakukan penangkapan Pemohon dirumahnya tanggal 13 September 2024 sealnjutnya Termohon langsung melakukan proses penyidikan kepada diri pemohon sudah menjadi Tersangka bertentangan dengan ketentuan bertentangan ketentuan Pasal 109 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dan perubahannya dalam Putusan MK Nomor. 130/PUU-XIII/2015
"Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat tujuh(7) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan (SPRINDIK)"
42. Bahwa melihat register surat SPDP yang dikeluarkan oleh Termohon yang teregister surat SPDP /62/IX/2020/Reskrim pada tertanggal 17 September 2024, jelas di buat tergesa-gesa karena surat SPDP tersebut dibuat SPDP yang teregister tahun 2020 tertanggal 17 Serptember 2024;
43. Bahwa kecerobohan Termohon yang melakukan penyidikan kepada Pemohon terdapat perbedaan nomor surat perintah penyidikan (sprindik) nomor : SP.Sidik/61/VI/RES.1.24/2024 Reskrim tanggal 13 September 2024 yang tertulis didalam surat perintah penahanan yang di keluarkan oleh Termohon tanggal 14 September 2024 , dengan Nomor Sprindik yang tertulis didalam SPDP yaitu surat perintah penyidikan nomor : SP Sidik/61/IX/2024/Rekrim tanggal 13 september 2024 sehingga menimbullkan ketidakpastian hukum;
44. Bahwa diperparah lagi tindakan Termohon yang baru memberikan surat SPDP nomor : /62/IX/2020/Reskrim pada tanggal 17 September 2024, untuk keluarga pemohon, setelah pemohon telebi dahulu ditetapkan Tersangka hal ini jelas perbuatan Termohon telah merugikan diri pemohon yang telah kehilangan haknya dan bertentangan sebagaimana yang di mandatkan oleh Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 130/PUU-XIII/2015);
45. Bahwa faktanya adalah Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka terlebih dahulu pada tanggal 13 September 2024 dan baru setelahnya Termohon setelah 7 (tujuh) hari kemudian baru memberikan surat SPDP sekira tanggal 17 September 2024 diantarkan oleh Termohon kerumah Keluarga Pemohon;
46. Dengan demikian jelas tindakan Termohon yang telah menerbitkan Surat Perintah Surat Perintah Penyidikan yaitu Tanggal 13 September 2024 dengan status pemohon sudah menjdai Tersangka dan Termohon terlambat untuk memberikan SPDP kepada Pemohon ataupun keluarga Pemohon jelas Tindakan Termohon telah bertentangan dengan ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, merupakan tindakan yang tidak sah serta cacat hukum dan harus dibatalkan atas penahanan dan penetapan tersangka.
PETITUM
Berdasarkan pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon memohon kepada Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri Koba yang memeriksa dan mengadili perkara A quo sebagai berikut :
1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tindakan Termohon yang menetapkan pemohon sebagai Tersangka An. Muhammad Izam bin Kasirudin tanpa sebelumnya diperiksa sebagai saksi jelas telah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUUXII/2014,tanggal 28 April 2015 adalah menjadi tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan Tersangka A quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan Tindakan Termohon yang menetapkan pemohon sebagai Tersangka tanpa menerbitkan terlebih dahulu 1 (satu) buah surat ketetapan Tentang penetapan tersangka An. Muhammad Izam bin Kasirudin penetapan Tersangka A quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan Tindakan Termohon yang melakukan dengan surat penyidikan kepada Pemohon tidak jelas karena adanya perbedaan nomor surat perintah penyidikan (sprindik) nomor : SP.Sidik/61/VI/RES.1.24/2024 Reskrim tanggal 13 September 2024 yang tertulis didalam surat perintah penahanan yang di keluarkan oleh Termohon tanggal 14 September 2024 , dengan Nomor Sprindik yang tertulis didalam SPDP yaitu surat perintah penyidikan nomor : SP Sidik/61/IX/2024/Rekrim tanggal 13 september 2024, akibat hukumnya adanya perbedaan nomor sprindik menimbulkan menimbulkan ketidakabsahan yang dilakukan oleh Termohon terkait dengan dugaan peristiwa tindak pidana dugaan adanya Tindak Pidana Persetubuhan terhadap anak dibawah umur sebagaimana diatur dalam pasal 82 UU RI No 17 Tahun 2016 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan perpu nomor 01 Tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas Undang-undang N0 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang yang tertuang didalam Laporan Polisi Nomor : LP/ B- 60/IX/2024/BABEL/RES BATENG/SPKT/ tertanggal 13 September 2024 yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,
5. Menyatakan tindakan Termohon yang telat memberikan SPDP SPDP nomor : /62/IX/2020/Reskrim pada tanggal 17 September 2024, kepada keluarga Pemohon, setelah Pemohon di tetapkan tersangka terlebih dahulu jelas telah bertentangan dengan ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 adalah tidak sah
6. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
7. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap Pemohon;
8. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
9. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Apabila Ketua Pengadilan Negeri Koba Cq, majelis Hakim yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya
(ex aequo et bono)
Kuasa Hukum Pemohon Prapradilan
Muhammad Izam bin Kasirudin
NURBIANTORO,SH
ARIS SUCAHYO,SH NURHIDAYAH, SH DUMASARI HARAHAP ,SH |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |